Suatu hari, Shinta duduk merenung di sebuah bangku taman. wajahnya terlihat sedih dan gundah. dia menghela nafasnya panjang sambil menperhatikan tukang mangga yang tengah berjualan di sudut taman. banyak orang berkerumun, mengantri untuk membeli buah mangga milik si tukang mangga. mangga-mangga tersebut begitu ranum dan harum. Shinta menghirup dalam-dalam aroma buah-buah mangga tersebut dengan wajah kecewa. dia sangat menginginkan mangga tersebut namun sayangnya dia sama sekali tidak memiliki uang sepeserpun di dalam kantongnya. tanpa disadarinya, hari sudah menjelang sore dan ini sudah saatnya bagi si tukang mangga untuk segera pulang kerumahnya. si tukang mangga tersenyum senang, di hapusnya peluh yang membasahi wajahnya dengan penuh rasa syukur karena seluruh buah mangga dagangannya sudah terjual semua. ketika dia tengah mendorong gerobak dagangannya, pandangannya tertumbuk pada seorang gadis yang tengah menatapnya sambil tersenyum sedih. si tukang mangga membalas senyum Shinta. dia menghentikan gerobaknya tepat d depan Shinta.
"ada apa, neng? ko eneng terlihat sedih?" tanya si tukang mangga sambil mengipas-kipaskan wajahnya dengan menggunakan topi miliknya. Shinta tersenyum, "dagangannya laris, ya pak?" tanya Shinta basa-basi.
"iya, neng, alhamdulilah..."
"buah mangganya kelihatan enak, ya pak! pantas saja dagangan bapak laku semua hari ini...".
si tukang mangga tersenyum. "iya, alhamdulilah. hasil panen mangga bapak tahun ini alhamdulilah bagus-bagus semua..."
"oh..." sahut Shinta. dia akhirnya terdiam sambil memegang perutnya.
"eneng mau mangga?" tawar si tukang mangga.
"kapan-kapan, pak. saya enggak punya duit sekarang.." jawab Shinta. si tukang mangga tersenyum. "saya bukan mau menawarkan dagangan, neng! saya mau kasih eneng mangga kalo eneng mau"
"bener pak?" tanya shinta dengan wajah yang terlihat cerah. si tukang mangga tersenyum.
"tapi mangga bapak sudah habis sekarang. kalau eneng mau, ayo ikut bapak ke rumah, nanti eneng bisa memilih sesuka hati mana yang eneng mau, gimana?" tawar si tukang mangga. "rumah saya enggak jauh dari sini ko neng, itu, di desa sebelah. deket SD". Akhirnya Shinta pun menganggukkan kepalanya setelah berfikir cepat.
Tak lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di kebun mangga milik si tukang mangga. tukang mangga tersebut menyerahkan sebuah galah kepada Shinta.
"eneng boleh memilih mangga mana aja yang eneng suka di kebun ini. mau yang paling besar, mau yang paling ranum, mau yang paling harum. terserah. tapi ada syaratnya..." ucap si tukang mangga. Shinta mengerutkan dahinya. "maksud bapak?" si tukang mangga tersenyum. "eneng boleh memilih mangga mana aja yang eneng mau sampai ujung kebun mangga milik bapak, tapi syaratnya, eneng engga boleh kembali lagi ke kebun depan. eneng ga boleh kembali ke tempat yang telah eneng lewati, setuju?" tanya si tukang mangga. dengan mantap Shinta mengganggukkan kepalanya sambil tersenyum cerah.
Shinta berjalan dan terus berjalan sambil berjalan hati-hati mengamati buah-buah mangga yang sudah ranum di dahannya masing. mangga-mangga tersebut benar-benar menggugah selera. Shinta mengamati sebuah mangga berwarna kuning ke merah-merahan yang sudah sangat ranum dan berbau harum. namun buah tersebut tidak cukup besar. kemudian dia kembali berjalan dan menemukan sebuah mangga yang cukup besar, namun belum ranum dan berbau harum. Shinta terus berjalan dan berjalan, tanpa pernah merasa puas, mencari buah mangga idamannya tanpa menyadari bahwa dia sudah sampai di ujung kebun karena keasikan mencari sang buah mangga idaman. Shinta tertegun ketika menyadari dia sudah sampai di ujung kebun.
"jadi?" tanya si tukang mangga sambil tersenyum.
dengan lemah Shinta menyerahkan galah milik si tukang mangga dengan penuh rasa kecewa mengingat perjanjian yang dibuatnya dengan si tukang mangga. dia telah sampai di ujung kebun dan tidak mendapatkan apapun.
"saya enggak menemukan apa yang saya cari, pak!" ucapnya sambil menelan ludah pahit. harapannya pupus sudah untuk mendapatkan sebuah buah mangga yang ranum dan besar.
beberapa minggu kemudian, Shinta tengah berjalan-jalan di taman yang sama, sambil mengamati kesekitarnya. pada saat itu sedang ada acara perayaan ulang tahun kota tersebut. seluruh penduduk merayakan acara ulang tahun kota mereka dengan penuh semangat. makanan gratis, buah-buahan gratis, dan semuanya serba gratis. namun syaratnya, mereka hanya boleh memilih satu barang, tidak boleh lebih, atau semuanya. termasuk Shinta. dia bingung memilih-milih apa yang akan dia pilih untuk dia makan. dia berjalan dan terus berjalan, mengamati buah-buahan yang terpajang di atas sebuah meja panjang. tiba-tiba dia teringat hasratnya yang menginginkan sebuah mangga. dia segera berlari menuju meja yang khusus menyajikan mangga-mangga yang terdiri dari berbagai jenis dan ukuran.
dengan cepat, tanpa ragu, dia memilih sebuah mangga ranum yang berukuran sedang, namun lebih besar ukurannya dari kedua tangannya yang menggenggam mangga tersebut. di elus-elusnya mangga tersebut dengan sayang dan diciumnya wangi harum mangga tersebut.
"pilih mangga, neng?" sapa si tukang mangga sambil tersenyum. Shinta menoleh, dan menggangguk.
"engga mau coba cari di meja sebelah? siapa tahu ada yang lebih besar dari yang ini. yang ini mah biasa aja, neng!" saran si tukang mangga. Shinta tersenyum lagi. "ini udah lebih dari cukup untuk saya, pak! saya engga butuh yang lebih besar dari ini. nanti yang ada saya malah sakit perut, lagi!" jawab Shinta senang sambil menimang-nimang buah mangganya dan melenggang pergi dengan penuh rasa syukur di dalam hatinya. "alhamdulilah saya dapet sebuah mangga ranum gratis untuk di makan hari ini... terima kasih Tuhan atas berkah hari ini".
0 commentaires:
Enregistrer un commentaire